Minggu, 25 Desember 2011

Pilih korupsi apa jujur


Merasa munafik menjadi  manusia jika merasa suci dan jujur jika menjadi pejabat tinggi negara tidak melakukan korupsi. Semua perlu uang tidak ada manusia yang tidak butuh uang, uang seperti harga diri yang berjuang sampai mati untuk sesuap nasi. Namun masih ada cara lain yang lebih baik dan juga lebih bermoral untuk menggapai semua yang diimpikan. Bukan dengan cara mencuri harapan para masyarakat yang ingin hdup lebih layak. Wakil rakyat adalah wakil para rakyat  yang menyerahkan dan memmpercayai akan adanya suatu perbuhan yang lebih baik dan bukan mencuri hak mreka. Suara rakyat seakan sirna setelah para wakil rakyat lupa akan janji-janji yang sempat meraka janjikan.   Entah apa yang dipikirkan oleh para koruptor yang melakukan korupsi tanpa adanya suatu hambatan. Tidak  merasa takut terhadap hukum yang akan menjeratya dan juga tidak peduli dengan hukum karma phala yang senantiasa menimpanya. Sungguh disayangkan bila ini terjadi, berapa ilmu yang dikantungi selama hidupnya, yang mempelajari Kewerganaan yang membahas tentang keadilan dan norma.  
Dengan maraknya kasus korupsi di dunia tentunya menjadi predikat buruk bagi Negara agrobisnis yang memiliki budaya dan alam yang indah ini.. Tidak memikirkan tentang hukum atau dosa yang akan diterima namun ini sudah menjadi tradisi. Bukan hanya para pejabat tinggi namun juga para rentetan karyawan atau karyawati. Kini korupsi tidak menjadi hot news bagi masyarakat karena terlalu sering di dengar atau mungkin saja  sudah basi.  Kasus tidak kunjung-kunjung usai dan juga terlalu bertele-tele dalam mengadili kasus tersebut.  Hukum sekarang juga sudah tidak adil dan juga hukum bisa dibeli oleh para petinggi negara. Melihat para koruptor  yang semakin kaya dan juga semakin marak tentunya membuat negara ini menjadi negara yang penuh dengan para tikus-tikus nakal. Sedikit-sedikit korupsi, apa arti sebuah pendidikan yang dipelajari hingga menjadi seorang yang bermutu. Pendidikan moral seakan tidak ada gunanya lagi. Pendidikan pancasila yang tertera pada undang-undang dasar hanya sebagai sejarah atau tulisan tidak ada artinya.  Dimanakah penegak hukum berada, apa mungkin mereka mengiijinkannya karena diberi sedikit pulus (uang sogokan) yang lumayan tinggi melebihi gaji perbulannya. Uang lagi dan uang lagi, sepertinya uang adalah segalanya, hal tidak mungkin  menjadi mungkin. Sedikit cemburu terlintas dibenak para masyarakat karena hukum atau undang-undang sudah bisa direkayasa seperti sinetron-sinetron yang tertayang di televise dan juga masyarakat menjadi meboye dengan hukum sekarang. Benar kata selogan orang UUD: Ujung-Ujungnya Duit,
Terlalu serakah jadi manusia karena telah merebut dan juga merampas hak milik para masyarakat. Dimana letak hati nuraninya, apakah sudah terhipnotis oleh kekuassan dan juga kertas bilangan yang berlimpah. Lebih baik hidup sederhana daripda hidup bermewah-mewahan jika merampah hak milik orang lain. Korupsi hanya memperdulikan diri sendiri dan juga orang yang dia kenal tidak memperdulikan nasib negaranya. Semua perbuatan yang tidak sesuai norma atau hukum akan terbongkar saja seperti menyembunyikan asap. Semua perbuatan yang dilakukan akan ada hasilnya, jika baik akan hasilnya baik namun jika jelek akan hasilnya jelek. Seperti halnya dalam ajaran Hindhu yang mengenal akan adanya hukum karma Phala.  Oleh karena itu jangan pernah menjadi pencuri atau korupsi karena itu perbuatan yang tidak baik dan melanggar hukum.


Oleh ; Indraks Mendung (Mimpi Sang Kodok)
                 

Sabtu, 24 Desember 2011

"Pikirkan sebelum meyalahkan"

Sebelum kita mengeluh tentang rumah yang kotor kerana pembantu tidak mengerjakan tugasnya,  pikirkan tentang orang-orang yang tinggal dijalanan. Dan disaat kita letih dan mengeluh tentang pekerjaan, pikirkan tentang pengangguran,orang orang cacat yang berharap mereka mempunyai pekerjaan seperti kita. Sebelum kita menunjukkan jari dan menyalahkan orang lain, ingatlah bahwa tidak ada seorang punya tidakberdosa. Dan ketika kita sedang bersedih dan hidup dalam kesusahan, tersenyum dan berterima kasihlah kepada Tuhan bahwa kita masihh idup !

Sumber : google

"IKLAS"

Aku hanya harus mengiklaskan, karenanya takan kembali. Sejatinya aku masih ingin berjanji pada gadis yang mau mendampingi. Tapi, aku belum menemui gadis tempatku menanam janji, kalau aku mencintainya sampai mati.
Sudahlah, biar tahun baru tapi otak ini masih beku. karena cinta palsu yang pernah menyatu. Kini hanya ada secuil tangisan yang terkering karena tisu, seperti keringat-keringat yang bau. Aku ingin menepati, tapi aku berdosa sjak janji janji itu kini tak mampu ku tepati.

AKU dan Mimpi


AKU dan Mimpi

Jauh melangkah ingin bermimpi
Neraka ada didalam hati
Melawan dan disiksa seakan mati
Berjuang melawan gelombang api
Sampai saat ini

Terkadang sedikit lupa pada diri
Aku melemahkan air suci yang telah kucecerkan di pipi
Lemah, bagai hidup tak punya nadi
Surga pergi, Neraka menghantui

Berjuang sampai mati demi ambisi dan obesesi
Tidak peduli apa yang terjadi
Aku ingin teriak sampai bergema
Hingga dunia mengerti dan ada arti
Aku janji tak akan melemahkan lagi
Hidup bukan sekedar mimpi
Tapi semangat dan keyakinan diri.


Kasta di Bali

Sistem Catur Wangsa yang kini lebih dikenal dengan nama “Kasta”, dan “Gelar” yang ada dalam masyarakat Bali itu adalah tradisi yang sudah ada sejak dahulu. Berkenaan dengan hal itu sebaiknya kita simak pendapat dari  Dr. W. Durant yang menyatakan bahwa kata “Kasta” tidak berasal dan bahasa Sansekerta (India) tetapi dan bahasa Portugis “Casta” yang diambil dan bahasa Latin “Castus” berarti suci (Prof. DR. Tjok Rai Sudharta MA, Slok. Hal 204 tahun 2003). Timbul pertanyaan, lalu Catur Wangsa dan gelar itu apa artinya? Catur berarti empat, Wangsa berarti keturunan raja; keluarga; bangsa; warga. Jadi Catur Wangsa artinya empat jalinan keluar; empat jalinan warga (Catur Warga). Kemudian kata gelar yang dimaksudkari di sini bukan berarti gelar kesarjanaan yang diperoleh setelah menamatkan pada tingkat pendidikan formal. Melainkan kata gelar yang dipandang dan sudut pandang tradisi atau budaya Bali, gelar itu mempunyai makna, nama (nama depan); sebutan kehormatan; julukan; identitas keturunan / identitas keluarga. Maka jika disimpulkan kata Catur Wangsa dan kata gelar itu maknanya adalah empat jalinan keluarga atau Catur Warga yang masing-masing warga memiliki sebuah identitas “Nama Keluarga”, yang merupakan satu-kesatuan yang utuh yang saling membutuhkan dan saling melengkapi serta tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang  lain. Persoalan “Kasta” itu sudah sering diwacanakan/dipolemikan terutama oleh kalangan elitis tertentu menuding, memarginalkan wangsa-wangsa tertentu sebagai biang kesalah kaprahan “Kasta”, rasanya sudah agak menegangkan pada akhir-akhir ini. Sementara dilain pihak ada pemikiran untuk sebaiknya menghapuskan sistem “Kasta” itu sendiri, dan ada pula yang menyatakani biarkan saja orang memakai nama apa saja. Walaupun bapaknya bukan Gusti mau memberi nama Gusti anaknya, biarkan saja, toh tidak ada sanksi hukumnya, karena pemberian nama tersebut dilindungi oleh HAM.
Pengaruh kasta sudah merasuk hingga ke tatanan upacara adat dan agama. contohnya adalah pernikahan. Wanita dari golongan puri dan brahmana sangat-sangat dilarang untuk menikah dengan pria dari golongan jaba. kalaupun itu sampai terjadi, si wanita biasanya akan dikeluarkan dari keluarga alias tidak diakui oleh keluarganya. Namun, jika pria dari golongan puri menikah dengan wanita jaba,  si wanita harus siap diperlakukan tidak setara. misalnya pada waktu upacara pernikahan, wanita yang kastanya lebih rendah mesti rela diupacarai tidak sejajar. biasanya banten (sarana upacara) untuk mempelai wanita diletakkan terpisah bahkan di beberapa daerah malah diletakkan di bawah. di beberapa daerah di bali, si wanita mesti rela "melayani" ipar-iparnya yang mempunyai kasta yg lebih tinggi.
Mengenai diskriminasi dalam upacara pernikahan, sampai dengan saat ini masih sangat-sangat sulit dihilangkan. tetapi ada bentuk perlawanan unik terhadap sistem pernikahan beda kasta. Ada orang tua dari kasta yang lebih tinggi punya putri yang berpacaran dengan pria dari kasta yang lebih rendah. Ketika sang pria mengutarakan niatnya untuk menikahi putri mereka, orangtua yang wanita berpesan, pada dasarnya dia tidak keberatan tapi karena kastanya berbeda, lebih baik kawin lari saja. Dengan kawin lari, orang tua akan terlihat seperti tidak tahu dan dia tidak pernah "memberikan" putrinya untuk dinikahi. Dengan demikian orang tuanya tidak akan dipersalahkan oleh adat karena "memberikan" anaknya ke kasta yang lebih rendah. bagaimana dengan wanita yang berkasta lebih rendah dan pria dengan kasta lebih tinggi. Bentuk diskriminasi dalam upacara mungkin belum bisa dihilangkan, tapi dalam kehidupan berumah tangga sudah banyak sekali yang dipelakukan setara sebagaimana layaknya.

“Larangan meminang dua buah keluarga”

Percaya atau tidak namun sedikit percaya tentang cerita-cerita di masa lalu. Entah apa yang terjadi dan bagaimana keadaannya masih misteri. Cerita yang kebenarannya belum bisa dibuktikan namun kepercayaan yang terlalu tinggi yang mengakibatkan percaya dengan cerita tersebut. Ada sebuah keluarga yang dulunya hidup berdampingan tanpa adanya permasalahan. Pada akhirnya  mereka menjadi bertentangan berawal dari perbatasan tanah pekarangan yang berkepanjangan menyulut emosi dua keluarga dan mereka sampai bersumpah. Barang siapa yang beristrikan dari salah satu keluarga (meminang atau dipinang) akan hidup sengsara. Masalah perbatasan tanah sampai  mereka melakukan sumpah hingga berdampak kepada keturannya.
Kini keturannya kedua keluarga tersebut rukun hidup berdampinga tanpa dendam namun kedua keluarga menghindari dua keluarga hidup berumah tangga. Ada yang sudah bertunangan hingga bertahun-tahun namun akhirnya menghakhiri hubunganya karena cerita yang menyatakan bahwa jika mereka menikah akan sengsara, cerai atau mati.  Sampai saat ini kepercayaan dari kedua belah keluarga percaya dengan semua ini. Walaupun ini pembuktiaanya belum bisa dibuktikan secara pasti.

bimbang

BIMBANG
Aku tak mengerti dengan hidup
Di mana letak semua jiwa
Reruntuhan gejolak asmara yang pernah terjadi
Bermimpi dengan sejuta harapan
Dengan segala doa yang telah terucap
Tapi aku menangisi
Tangisan mebanjiri dunia

Ingin ku maki diri sendiri bila terus seperti ini
Hinakah raga  jika kau acuhkan mimpi
Jika aku harus memilih tak usah aku bernafas lagi.

Kulenyapkan semua yang ada  karena ku tak sanggup melihat aura cinta
Membuat rasa ini semakin membara.
Mati, mati dan mati semua akan mati.
Kamu bukan ratu peri yang bisa hidup seribu kali.